Saharman Zai S.Kom: Ada Apa Dengan Revisi Undang-Undang Koperasi?

  • Home
  • HOT NEWS
  • Saharman Zai S.Kom: Ada Apa Dengan Revisi Undang-Undang Koperasi?
Saharman Zai S.Kom: Ada Apa Dengan Revisi Undang-Undang Koperasi?

Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Revisi Undang-Undang Koperasi Tak Kunjung Selesai Pasca Putusan Mahkamam Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013 Tentan Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2012 Tentan Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi, Saharman Zai S.Kom.
Mahasiswa Magister Hukum
Universitas Pamulang Berpendapat.

Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional yang dapat diartikan sebagai pilar atau penyangga utama perekonomian nasional. Koperasi didirikan berdasarkan asas kekeluargaan dan gotongroyong dengan tujuan untuk mencapai tujuan bersama, memakmurkan dan mensejahterakan anggotanya. Asas ini dapat kita temukan dalam pasal 1 undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Merujuk pada undang-undang dasar negara republik Indonesia asas dan roh dari pada koperasi dapat kita lihat dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Pengertian dan asas koperasi yang di tuangkan dalam undang-undang diatas senada dengan pengertian menurut pelopor koperasi bangsa Indonesia Mohammad Hatta yang menyatakan koperasi merupakan senjata persekutuan si lemah untuk mempertahankan hidupnya. Tujuan koperasi bukanlah menggali keuntungan, melainkan memenuhi kebutuhan bersama.

Tata kelola usaha dengan sistem kekeluargaan yang di tawarkan oleh koperasi banyak memberi inspirasi bagi masyarakat untuk motif ekonomi dalam berusaha dan memenuhi kebutuhan. Dengan tata kelola yang begitu sederhana menyebabkan pertumbuhan koperasi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan koperasi membawa dampak positif bagi ketahanan ekonomi nasional hingga saat ini. Dampak positif ini juga diiringi dampak negatif terhadap regulasi yang telah ada. Pemerintah yang mewakili negara dan masyarakat yang mewakili pelaku usaha maupun pengguna jasa koperasi merasa perlu adanya regulasi yang mengokomodir situasi dan keadaan sesuai dengan perkembangan zaman dimana permasalahan yang dihadapi semakin kompleks. Undang undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian dianggap sudah tidak mampu mengakomodir kebutuhan negara maupun masyarakat. Penulis berpendapat bahwa faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan perlu adanya perubahan undang-undang adalah karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan, suasana politik, teknologi dan informasi, interaksi sosial, budaya, ketahanan dan keamanan negara dan situasi ekonomi.

Pentingnya regulasi yang adaptif dengan kebutuhan masyarakat dan negara sesuai dengan perkembangan zaman melahirkan undang undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian pada 30 Oktober 2012. Undang-undang ini menggantikan undang-udang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian dan memberi jawaban bagi para penggiat usaha yang berbadan hukum koperasi sebagai regulasi baru. Namun sayang seribu sayang undang-undang yang dianggap sebagai solusi justru menjadi sumber masalah baru bagi para pelaku usaha yang berbadan hukum koperasi. Undang-undang ini dianggap bertentangan dengan asas koperasi dan konstitusi ( UUD NRI Pasal 33 ). Undang-undang nomor 17 tahun 2012 justru menghilangkan roh atau jiwa koperasi yang berasaskan kekeluargaan dan semangat gotong royong yang menjadi nilai luhur bangsa. Puncak dari ketidak puasan para penggiat koperasi atas undang-undang nomor 17 Tahun 2012 adalah dengan di mohonkan judicial reviuw ke Mahkamah Kontitusi oleh gabungan koperasi yang akhirnya melahirkan putusan nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi.

Para pemohon memohon kepada Mahkamah kontitusi menguji Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 UU Perkoperasian 2012. Para pemohon menilai sejumlah pasal yang mengatur norma badan hukum koperasi, modal penyertaan dari luar anggota, kewenangan pengawas dan dewan koperasi tidak sesuai dengan asas perkoperasian dan bertentangan dengan konstitusi. Putusan nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi menyebabkan undang-undang nomor 25 Tahun 1992 diberlakukan kembali supaya tidak terjadi kekosongan hukum. Peristiwa ini berdampak negatif bagi koperasi yang telah disahkan sejak diberlakukan undang-undang nomor 17 tahun 2012 karena harus menyesuaikan anggaran dasar berdasarkan undang-undang nomor 25 Tahun 1992.

Putusan nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi menimbulkan keresahan bagi pengurus, pengawas, investor dan anggota mengenai kepastian regulasi. Para penggiat bahkan masyarakat mempertanyakan :
1. Apa saja pokok-pokok permasalahan yang dianggap bertentangan dengan asas koperasi dan Undang-Undang Dasar NRI 1945?;
2. Mengapa undang-undang yang disahkan oleh DPR bersama dengan pemerintah tidak dipikirkan dengan matang sehingga dapat dibatalkan oleh mahkamah kontistusi padahal undang-undang baru seumur jagung?;
3.Apakah DPR dan Pemerintah mengerti bagaimana membuat regulasi yang baik dan berlaku jangka Panjang serta tidak bertentangan dengan undang-undang yang berada diatasnya?

Dengan membaca putusan mahkamah konstitusi nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian serta mencermati pasal-pasal yang di permasalahkan oleh para pemohon pertanyaan pertama diatas dapat terjawab. Secara ringkas penulis berpendapat bahwa didalam undang-undang nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian memiliki muatan yang lebih berpihak kepada orang/peroarangan yang memiliki modal atau kekuasaan ( Pasal 1 ayat 1 dan pasal 55 ), Kewenangan yang diberikan kepada pengawas dapat ditafsir memiliki wewenang yang tidak terbatas ( Pasal 50 dan 56 ), Modal dan Penyertaan modal dari luar yang dapat membuka peluang untuk mengkapitalisasi koperasi (Pasal 66 s/d 77), Imbalan jasa kepada pengurus dan pengawas padahal seharus diberikan berdasarkan Rapat Anggota Tahunan ( pasal 36 dan 37 ), pembagian hasil surplus dari kegiatan non-anggota yang tidak dibagikan padahal seharusnya anggota dapat diberi hak atas hasil usaha koperasi (pasal 78 dan 80) dan terakhir adalah adanya pembatasan jenis koperasi hanya empat macam (Pasal 82 s/d 84). Dari sederet permasalahan yang penulis sampaikan, maka wajar saja jika permohonan judicial reviuw atas undang-undang ini diterima dan kemudian pemberlakuannya dibatalkan oleh Mahkamah konstitusi.

Dengan pendekatan ilmu hukum dan secara empiris pertanyaan yang kedua dan ketiga penulis berpendapat bahwa para pembuat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi adalah orang orang yang kurang cakap, kurang memahami permasalahan dan beraroma Politik. Penulis memiliki argumentasi yang mendasar atas pendapat yang disampaikan sebagai berikut :
1. Pemerintah dan Dewan Perwakilan rakyat yang bertugas membuat dan mengesahkan undang-undang dalam faktanya lebih banyak berisi orang-orang yang bukan ahli hukum atau kurang bisa berpikir menurut logika umum. Mereka direkrut atas dasar ketokohannya dan berhasil meraih dukungan politik tanpa pertimbangan keahlian dibidang hukum. Dengan fakta seperti ini, sangat mungkin para politisi di lembaga legislatif itu membuat Undang-Undang yang isinya bertentangan dengan Undang-Undang atau konstitusi akibat ketidakpahaman mereka;
2. Para pembuat undang-undang khususnya tentang perkoperasian sangat dimungkinkan bukanlah orang-orang yang bergelut dalam dunia usaha dengan badan hukum koperasi sehingga mereka tidak paham tentang pokok permasalahan yang sedang dihadapi. Hal ini mengakibatkan undang-undang yang dibuat tidak berkualitas;
3. Aroma politik adalah faktor penentu yang sesungguhnya. Harus diakui bahwa hukum yang dibuat adalah produk politik. Dimana dalam pembuatan hingga pengesahan undang-undang membutuh lobi-lobi politik untuk kemaslahatan kepentingan partai atau diri sendiri. Apalagi bila kita tinjau dari argument penulis yang pertama bahwa para pembuat undang-undang bisa saja berasal dari tokoh-tokoh atau pengusaha yang barangkali menginginkan Koperasi dikendalikan oleh para pemilik modal, penguasa atau kaum kapitalis.

Sudah lebih dari sepuluh tahun putusan mahkamah konstitusi nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian dibacakan. Namun hingga saat ini belum ada undang-undang tentang koperasi yang baru tercipta. Padahal kebutuhan masyarakat dan negara akan kepastian hukum dalam membangun koperasi sebagai ketahanan ekonomi nasional sudah mendesak. Desakan ini hadir dari perkembangan teknologi, digitalisasi usaha, ekonomi global, politik nasional dan internasional, pergeseran budaya dan yang paling penting adalah modus kejahatan dalam dunia usaha yang harus diberi pengawasan secara berkala dan memiliki kepastian hukum. Menurut penulis saat ini undang-undang tentang koperasi sangat dibutuhkan sehingga koperasi dapat :
1. Meneguhkan identitas koperasi yang berasaskan kekeluargaan untuk menjadi pilar dalam ketahanan ekonomi nasional di era modern dan digitalisasi saat ini;
2. Melakukan modernisasi kelembagaan dengan melakukan pembaruan pada ketentuan keanggotaan, perangkat organisasi, modal, serta usaha;
3. Meningkatkan standard tata kelola yang baik (good cooperative governance) untuk mendorong koperasi-koperasi di Indonesia memiliki standar nasional bahkan internasional;
4. Memperluas lapangan usaha koperasi, dengan menghapus penjenisan koperasi sehingga manfaat dan fungsi koperasi semakin dirasakan oleh masyarakat;
5. Memberikan perlindungan hukum kepada anggota ,pengurus dan pengawas serta pengguna jasa koperasi dengan pengaturan sanksi administrative dan pidana sebagaimana hukum yang berlaku.

Melihat begitu pentingnya kepastian hukum tentang koperasi. Penulis berpendapat pemerintah harus segera mengesahkan undang-undang tentang koperasi yang sudah lama sekali dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah harus menghadirkan orang-orang yang professional dan benar-benar memahami permasalahan hukum dibidang usaha dan koperasi. Kebutuhan regulasi tentang koperasi sangat dibutuhkan oleh karena itu besar harapan rakyat supaya undang-undang ini dibahas untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan para politisi atau para penguasa sehingga menghasilkan undang-undang yang berkualitas. FB-Putra Trisna.

Comments are closed