Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Hak Anak yang Lahir Diluar Pernikahan, oleh: Rini Widya N, SH. Mahasiswi Magister Hukum Universitas Pamulang

  • Home
  • HOT NEWS
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Hak Anak yang Lahir Diluar Pernikahan, oleh: Rini Widya N, SH. Mahasiswi Magister Hukum Universitas Pamulang
Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Hak Anak yang Lahir Diluar Pernikahan, oleh: Rini Widya N, SH. Mahasiswi Magister Hukum Universitas Pamulang

Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat. Hukum harus memberi perlindungan yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 284 KUHPerdata, dengan pengakuan, maka status anak di luar kawin dapat diubah menjadi anak luar kawin yang diakui. Hal tersebut harus melalui pengakuan oleh ayah biologis yang hanya dapat dilakukan dengan persetujuan ibu. Status Hukum Anak Luar Kawin Menurut KUHPerdata , kedudukan anak luar kawin sebagai anak tidak sah secara statusnya bisa berubah menjadi anak sah. Perubahan status anak luar kawin dapat dilakukan dengan cara pengesahan dan pengakuan.

Dalam sidang putusan permohonan uji materil UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa anak yang lahir di luar pernikahan tetap mempunyai hubungan keperdataan dengan Laki-laki atau yg bisa disebut Ayah Biologis. Permohonan Uji Materil ini diajukan oleh Machica Mochtar yaitu sebagai istri siri dari mantan Mensesneg Almarhum Moerdiono dikarenakan dari perkawinan mereka telah melahirkan seorang anak laki-laki yang tidak mendapatkan nafkah dari seorang ayahnya, padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya. Maka hal ini dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai Ayahnya. Penetapan Status anak dimaksud bisa dibuktikan dengan saksi atau tes DNA disebut dalam sidang putusan permohonan uji materil UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan dan Disebutkan juga dalam Putusan MK dengan nomor 46/PUU-VIII/2010 dibacakan oleh Ketua MK yaitu Moh.Mahfud MD didampingi delapan hakim konstitusi lainnya ini termasuk Reformasi Hukum. Hal ini juga berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Di dalam putusan MK ini juga mencerminkan prinsip Persamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Scheltema, merumuskan pandangannya tentang unsur-unsur dan asas-asas Negara Hukum, salah satu diantaranya adalah prinsip persamaan dihadapan hukum, berlakunya persamaan (Similia Similius atau Equality before the Law) dalam negara hukum bermakna bahwa Pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang atau kelompok orang tertentu, atau memdiskriminasikan orang atau kelompok orang tertentu.

Dalam Pembuktian “ Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, ‘ Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya’ Oleh karena itu, diperlukan putusan Negara untuk menetapkan bahwa seseorang merupakan ayah biologisnya ” Penentuan istilah biologis ini berkaitan dimana proses biologis kelahiran anak tersebut, yang dimana secara biologis bayi terbentuk dari separuh DNA ibu dan separuh DNA ayah. Maka seseorang yang menjadi ayah kandung adalah ayah yang sebenarnya ikut berperan dalam proses biologis hingga terbentuknya kandungan (bayi).

Hal ini dimaksud adalah tidak tepat dan tidak adil pula jika hukum membebaskan laki-laki yang melakukan hubungan seksual sehingga menyebabkan terjadinya kehamilan dan kelahiran anak tersebut dari tanggung jawabnya sebagai seorang bapak dan bersamaan itu dapat dibuktikan berdasarkan perkembangan teknologi yang ada dapat dibuktikan bahwa seorang anak itu merupakan anak dari laki-laki tertentu. Akibat hukum dari peristiwa hukum kelahiran karena kehamilan adalah hubungan hukum yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban secara bertimbal balik, yang dimana subjek hukumnya anak, ibu, bapak. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/ administrasi perkawinannya, maka anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Karena jika tidak demikian , maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan, anak yang tidak berdosa yang tidak tahu asal dia dilahirkan dan semua itu diluar kehendaknya. Karena tidaklah tepat jika anak harus ikut menanggung kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan kedua orang tuanya. Hukum harus memberikan perlindungan dan kepastian yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan meskipun status keabsahan perkawinan orang tuanya masih dipersengketakan. Adapun Pasal 43 ayat (1) Nomor 1974 Undang- undang Perkawinan adalah bertentangan dengan UUD 1945 Secara bersyarat (conditionally unconstitutional) yakni sepanjang ayat tersebut dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Potensi kerugian akibat perkawinan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan UU No.1/1974 UU Perkawinan merupakan risiko bagi laki-laki dan wanita yang melakukan perkawinan, tetapi bukan risiko yang harus ditanggung oleh anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Maka pemenuhan hak-hak anak yang terlahir dari suatu perkawinan , terlepas dari sah atau tidaknya perkawinan tersebut dari hukum Negara, tetaplah menjadi kewajiban kedua orang tua kandung atau kedua orang tua biologisnya. Sang Ayah biologis berkewajiban menafkahi sang anak tersebut. Adapun sang anak juga memiliki hak waris atas ayah biologis. Hak perdata seperti akte, perwalian, dan hak seperti dukungan emosional juga wajib diberikan kepada sang anak.

Adapun hak-hak yang ditetapkan Negara kepada anak biologis diluar pernikahan atau perkawinan yang tidak dicatatkan , adalah :
1. Hak untuk mendapatkan kebutuhan pokok dari Orang Tua kandungnya, seperti Sandang, Pangan, Papan, Kesehatan serta Pendidikan;
2. Hak untuk mendapatkan perawatan, perlindungan hingga anak tersebut tumbuh dewasa dan mandiri;
3. Hak perwalian;
4. Hak nafkah;
5. Hak Waris.

Pengetahuan bagi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang anak-anak yang lahir di luar pernikahan dan untuk memastikan bahwa mereka diberi perlindungan dan dukungan yang sama dengan anak-anak lainnya tentang kesetaraan hak bagi semua anak, terlepas dari status kelahiran mereka. Oleh karena itu, apabila didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, anak luar kawin berhak mendapatkan bagian waris dari ayahnya apabila ada pengakuan dari ayahnya atau ada bukti yang sah berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa ia benar anak kandung dari sang ayah sedangkan anak luar kawin berhak mendapatkan waris dari ibunya tanpa perlu pengakuan dari ibunya. VB-Putra Trisna.

Comments are closed