Perspektif Hukum Pidana terhadap Berita Hoax Tentang Modus Pungli Pengemudi yang Menabrak Mobil di Tangerang. Oleh : Sarwan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang.

  • Home
  • HOT NEWS
  • Perspektif Hukum Pidana terhadap Berita Hoax Tentang Modus Pungli Pengemudi yang Menabrak Mobil di Tangerang. Oleh : Sarwan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang.
Perspektif Hukum Pidana terhadap Berita Hoax Tentang Modus Pungli Pengemudi yang Menabrak Mobil di Tangerang.  Oleh : Sarwan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang.

Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Masalah berita bohong atau Hoax yang merasuk ke dalam masyarakat di era globalisasi ini dimana perkembangan teknologi yang bergerak sangat cepat dan dinamis telah merubah tatanan berbagai aspek kehidupan manusia. Masifnya penggunaan media sosial untuk berbagai informasi yang tidak dibarengi dengan literasi media dapat menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia ketika berita yang dibagikan mengandung pesan yang mengandung fitnah, berita bohong (Hoax), ujaran kebencian, provokasi, sentimen SARA.
Hoax bisa berupa opini negatif, ujaran kebencian, dan lain-lain kemudian juga bisa berujung pada kerusuhan dan munculnya rasa tidak aman, ketakutan, rusaknya reputasi, dan kerugian materi.

Baru-baru ini, beredar video di media sosial yang menayangkan perselisihan antara pengguna jalan, yakni pengendara mobil dan pengendara sepeda motor di Jalan KH. Hasyim Ashari, Kota Tangerang. Dalam video yang diunggah, terdapat narasi tentang dugaan pemerasan yang dilakukan pengendara dengan menabrakkan mobil ke pengemudi.
Kemudian setelah dikonfirmasi pihak Polres terkait hal tersebut, Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol. Zain Dwi bahwa peristiwa tersebut terjadi pada hari kami tanggal 25 Mei 2023 sekitar pukul 10.45 WIB. Keesokan harinya, tepatnya Jumat malam, dalam hal ini tim gabungan Polres Metro Tangerang, Polres Metro Jaya, dan Polres Tangerang berhasil menjangkau kedua sisi, yakni perekam video DJ (26) dan Pengendara FT (25).

Setelah diselidiki oleh tim investigasi, fakta terungkap. Saat kejadian, FT yang hendak berbelok tiba-tiba ditabrak mobil yang dikendarai keluarga DJ. Kejadian tersebut mengakibatkan bagian knalpot motor FT rusak, dan saat itu pengemudi mobil sedang tidak beroperasi hingga akhirnya FT melampiaskan emosinya. Karena luapan emosi yang tak terkendali, FT memaksa pengemudi mobil keluarga DJ itu turun dan mengecek kerusakan motornya. Kejadian itu direkam oleh DJ yang kemudian diunggah ke media sosial dengan narasi berisi modus pungutan liar dengan cara ditabrak.

Dari kasus diatas saya dapat melihat bahwa sebuah video dengan narasi modus pemerasan dengan cara menabrakkan diri sendiri dapat langsung membalikkan suatu fakta hukum yang ada didalamnya, tentunya hal ini menjadi persoalan tersendiri bagi yang terekam dalam video tersebut.

Kemudian ketika saya pelajari lebih dalam bahwa dalam analisa masalah itu adalah kejadian yang diduga mengambil alih kesempatan pengalihan isu akibat dari apa yang telah dilakukan oleh keluarga supir. Konteks Pungli dengan cara menabrakkan diri dalam video tersebut tentu saja mengiringi Pendapat Masyarakat bahwa seolah-olah Pengemudi mobil ini adalah korban dan Pengendara menjadi tersangka Pungli.
Pengemudi dalam hal ini mencoba menjelaskan bahwa kendaraan yang dikendarainya ditabrak dari belakang kemudian diberitahukan bahwa kendaraannya terutama knalpot terlepas (lepas) yang tentunya merupakan fakta kejadian tersebut.

Dari beberapa sudut pandang, baik pengemudi maupun pengendara motor melihat dari sudut pandang yang berbeda, jika kita berada di posisi pengemudi, tentunya ketika dia menabrak, dia akan secara spontan mencari cara untuk melarikan diri dari dampak kecelakaan tersebut. Padahal dari sisi pengendara, tentu ia adalah korban yang menuntut haknya karena tertabrak.

Salah satu peraturan hukum yang mengatur hoaks tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 390 KUHP berbunyi, “Barangsiapa dengan maksud menghukum diri sendiri atau orang lain yang melakukan pelanggaran hukum, dengan menyiarkan berita bohong yang menyebabkan jatuh atau naiknya harga barang dagangan, dana, atau surat berharga, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”

Menurut saya artikel ini dengan jelas menggambarkan adanya opportunity takers dalam kasus tersebut, konteks opportunity takers dalam hal ini adalah pengumpulan Opini kepada Publik.
Tak hanya itu, penyebaran hoaks juga dapat dipidana dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Tentang berita bohong atau Hoax diatur dalam pasal 14 ayat 1.
Pasal 14 berbunyi “(1) Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menyiarkan kebenaran di tengah masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.”
Dalam artikel ini saya melihat perspektif yang berbeda ketika seseorang yang berusaha menjadi korban justru menjadi tersangka. Dengan kata lain merekam video dalam hal ini DJ dalam kasus tersebut dapat dihukum karena menyebarkan ujaran kebencian serta fitnah kepada FT dalam hal ini pengendara motor. Dan berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali, pertanggungjawaban pidana bagi pelaku penyebar berita bohong (Hoax) di media online mengacu pada ketentuan pasal 28 ayat 1 Juncto pasal 45A ayat (1) UU ITE pada berupa pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.

Dari kejadian di atas dapat disimpulkan bahwa media massa di era globalisasi ini sangat mempengaruhi semua lini yang melihat dan membacanya. Menggiring opini, kemudian membalikkan suatu fakta hukum dapat terlihat dengan jelas jika kita tidak bijak dalam melihat narasi yang beredar. Bagi para pengendara lalu lintas, baik pengendara sepeda motor maupun pengendara mobil, menaati rambu-rambu lalu lintas, berhati-hati dalam berkendara serta menghormati dan menghormati sesama pengguna tentu menjadi kunci dalam menciptakan budaya berlalu lintas yang nantinya akan menimbulkan kecelakaan. di jalan.
Agar masyarakat lebih memperhatikan pemberitaan yang ada, jangan terlalu dini menyimpulkan seorang reporter dengan narasi yang belum tentu benar, opini pengikut atau pelintir fakta di media cukup sering terjadi.
Dan bagi aparat penegak hukum saya berharap dapat memberikan hukuman yang setimpal bagi penyebar video Hoax tersebut karena dapat berdampak luas bagi penggunanya dan merugikan pihak yang terekam dalam video tersebut. Martabat dan harga diri orang yang merekam video tersebut tentu akan menjadi konsumsi publik di era media massa religi, anggapan pembohong tentu akan berdampak negatif.

Cerdaslah di media sosial. Jangan mudah percaya dengan berita di media sosial. Jangan terlalu cepat menyebarkan berita yang belum tentu benar.

Referensi
Buku
Romli Atmasasmita, 2000, Perbandingan Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung hal. 67
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, 2011, Informasi Tindak Pidana dan Transaksi Elektronik yang Menyerang Kepentingan Hukum Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, Banyu Media Publishing Malang.

Jurnal
Selalu Rahmatullah. (2018). Hoaks Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Jurnal Hukum Media Justitia Nusantara, Vol. 08, No. 02.

Aturan Hukum
Hukum Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 41 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sumber Lain
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/05/28/06131251/viral-video-modus-pemerasan-pemotor-tabrakkan-diri-ke-mobil-di-tangerang, diakses pada 28 Mei 2023
https://jurnalprodi.idu.ac.id/index.php/PA/article/view/254, diakses pada 28 Mei 2023
https://indonesiabaik.id/infografis/jerat-hukum-untuk-penyebar-hoax, diakses pada 28 Mei 2023
VB-Putra Trisna.

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *