Denis Indra Sari, SH: Mengapa 27 Ketua RT/RW Wanakerta dipecat Oleh Kepala Desa Pasca Pileg?

  • Home
  • HOT NEWS
  • Denis Indra Sari, SH: Mengapa 27 Ketua RT/RW Wanakerta dipecat Oleh Kepala Desa Pasca Pileg?
Denis Indra Sari, SH: Mengapa 27 Ketua RT/RW Wanakerta dipecat Oleh Kepala Desa Pasca Pileg?

Kabupaten Tangerang, (variabanten.com)-Peristiwa Pemecatan 27 Ketu RT/RW Wanakerta Oleh Kepala Desa Akibat Anak Gagal Dalam Pemilihan Legislatif Ditinjau Dari Undan-Undang Pemilu, Denis Indra Sari, SH., Mahasiswa Megister Hukum Universitas Pamulang berpendapat.

Indonesia baru saja menggelar pesta demokrasi atau Pemilu. Pemilihan umum yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 lalu diantaranya bertujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/DPRD Kota. Dalam pelaksanaannya baik sebelum, sesaat maupun pasca dilaksanakanya Pemilu lalu telah diwarnai dengan berbagai dinamika politik. Dinamika tesebut ada yang positif melalui upaya kampanye-kampanye yang telah sesuai dengan peraturan Undang-Undang 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang Undang nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum, yang mana memberikan dampak positif bagi partisipan politik atau masyarakat, ada pula diwarnai dengan praktik pelanggaran Undang-Undang Pemilu yang diantaranya pemberian suap, tindakan intervensi, penambahan ataupun pengurangan suara oleh pelaksana Pemilu dan sejenisnya yang melanggar Undang-Undang, kejadian ini tentunya harus mendapat atensi dari aparat penegak hukum.

Salah satunya, sebagaimana yang diberitakan CNN Indonesia pada Rabu, 06 Maret 2024 dengan judul “Ketua RT dan RW di Tangerang dipecat usai anak kades kalah dalam pileg” yakni, Kepala desa Wanakerta, Kabupaten Tangerang, TS yang dikabarkan memecat sejumlah 27 Ketua RT/RW yang berada di wilayah yang dipimpinya setelah anak kepeala desa tersebut kalah dalam kontestasi pileg 2024. Ketua RW 05 Telaga Sari Wanakerta, Sindang Jaya IS memebenarkan adanya aksi pemecatan yang dilakukan secara sepihak oleh Kepala Desa, tuturnya karena disebabkan anak TS yakni MS kalah dalam pemilu 2024. Ditunjukkannya pula surat pemecatan tersebut yang ditandatangani langsung oleh TS pada hari Jumat 23 Februari 2024, yang mana tidak diberi penjelasan pemecatan tersebut. Imbuhnya setelah dilakukan pemecatan TS juga memarahi para Ketua RT/RW di Wanakerta pasca kekalahan anaknya dalam kontestasi Pileg 2024. Isu tersebut diperkuat dengan fakta saat Kepala Desa Wanakerta dimintai keterangan oleh CNN, pada video tersebut memuat bukti yang menjelaskan terkait alasannya memecat sejumlah Ketua RT/RW di Wilayah Wanakerta diakibatkan karena kekecewaanya akibat dua minggu sebelum pemilu TS telah meanggil para ketua RT dan RW untuk mendata warga yang mempunyai hak pilih selanjutnya ia memberikan sejumlah uang kepada Ketua RT dan RW untuk diberikan kepada warga agar memilih anaknya dalam pemilihan calon legislatif, namun uang tersebut tidak disampaikan kepada warga. Menurut TS ia telah mendata warganya dan telah diakumulasi dengan jumlah 15.000 Pemilih, lalu ia memberikan uang Rp. 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah) per amplop agar anaknya dipilih dalam pemilihan legislatif tersebut yang mana menurutnya total ia telah mengeluarkan uang sejumlah Rp. 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) untuk dibagikan kepada warga, namun rasa kecewanya karena titipan tersebut oleh beberapa RW dan RT tidak diberikan kepada warga.

Atas peristiwa diatas menurut penulis apabila dianalisa berdasarkan Undang-Undang Pemilu, yang mana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Pada pasal 280 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 69 Undang-Undang nomor 23 tahun 2018 tentang kampanye mengatur sama yakni angka 1 tentang larangan dan sanksi telah jelas, bahwa “ Pelaksana, peserta, dan Tim kampanye dilarang :
a. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
f. Menganggu ketertiban umum;
g. Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
h. Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
i. Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
j. Membawa dan/atau menggunakan atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan ; dan
k. Menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.

Serta pada angka 2 tentang larangan Pelaksana dan/ atau Tim Kampanye dalam kegiatan kampanye, dilarang melibatkan :
a. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda , Hakim Agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;

b. Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Gubernur, deputi gubernur senior, deputi gubernur Bank Indonesia;
d. Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas, dan Karyawan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah;
e. Pejabat Negara bukan anggota Partai Politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
f. Aparatur Sipil Negara;
g. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. Kepala Desa;
i. Perangkat Desa;
j. Anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan
k. Warga Negara Indonesia yang tifak memiliki hak memilih .

Hal ini sudah secara tegas dituangkan pada pasal 280 angka 1 Undang-Undang Pemilu dan pasal 69 Undang-Undang Kampanye Pemilihan Umum yang mana pada angka 1 huruf j dan angka 2 huruf H bahwa memberikan / menjanjikan uang secara tersirat yakni pemberian suap agar dipilih dilarang apalagi kampanye tersebut melibatkan ayahnya yang notabene memunyai kuasa sebagai Kepala Desa untuk kampanye, dipertegas pada angka 3 bahwa “Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut srta sebagai Pelaksana dan Tim Kampanye Pemilu”, serta angka 4 bahwa “Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf a sampai j kecuali huruf h, dan ayat (2) merupakan tindak pidana pemilu”.

Pelanggaran Undang-Undang PKPU oleh kepala desa yang memberikan uang kepada warga agar anaknya dipilih tesebut telah dituangkan pula pada pasal 282 Undang-Undang Pemilu dan Pasal 70 Undang-Undang Kampanye Pemilihan umum bahwa “Pejabat negara, pejabat daerah, aparatut sipil negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional, kepala desa atau sebutan lain/ lurah dilarang membuat keputusan dan/ atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah Peserta Pemilu”. Tegasnya atas kesaksian RW/RT Wanakerta dan Pengakuan dari Kepala Desa Tumpang Siagian menggunakan politik uang dalam kampanyenya Tersebut telah diatur sebagaimana pada pasal 280 Undang-Undang Pemilu dan pasal 72 Undang-Undang Kampanye Pemilihan Umum yakni “Pelaksana dan atau Tim Kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye langsung atau tidak langsung untuk :
a. Tidak menggunakan hak pilihnya;
b. Menggunakan hak pilihnya dengan memillih peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
c. Memilih Pasangan Calon Tertentu;
d. Memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/ atau
e. Memilih calon anggota DPD tertentu.
Sesuai ketentuan daripada pasal 76 angka 1 Undang-Undang Kampanye Pemilihan umum “Pelanggaran terhadap larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j kecuali huruf h, ayat (2) merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Pemilu”. Secara terangnya terhadap peistiwa Ketua RT/RW dan Kepala Desa TS sebagaimana sesuai Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 yakni :
a. Pasal 493 “Setiap pelaksana dan/atau tim kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,- (Dua belas juta rupiah)”;
b. Pasal 494 “Setiap Aparatur sipil negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,- (Dua belas juta rupiah)”;
c. Pasal 515 “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah , dipidana dengan pidana penjara palibg lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000 (Tiga puluh enam juta rupiah);
d. Pasal 521 “Setiap peklaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huuf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000 (Dua puluh empat juta rupiah);
e. Setiap Pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalam kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah). VB-PutraTrisna.

Comments are closed