Agung Priyudha, SH: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 116/PUU-XXI/2023.

  • Home
  • HOT NEWS
  • Agung Priyudha, SH: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 116/PUU-XXI/2023.
Agung Priyudha, SH: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 116/PUU-XXI/2023.

Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Putusan Mahkamah Konstitusi No. 116/PUU-XXI/2023 Pengujian Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang PEMILU Terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (Mengenai Ambang Batas Parlementary Treshold 4%) Oleh Agung Priyudha, SH. Mahasiswa Magistet Hukum Universitas Pamulang.

Duduk Perkara/Kronologi hukum
Putusan MK No.116/PUU-XXI/2023 memastikan konsistensi sistem pemilu untuk mencegah terjadinya disproporsionalitas hasil pemilu. Berharap parlemen makin inklusif dan representasi warga lebih terwadahi sehingga tidak ada lagi puluhan juta suara pemilih terbuang percuma.

Aturan tentang ambang batas parlemen (parliamentary threshold) menjadi salah satu ketentuan yang kerap diuji konstitusionalitasnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya dalam perkara No.116/PUU-XXI/2023 yang menguji konstitusionalitas Pasal 414 ayat (1) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Permohonan yang diajukan Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu mempersoalkan ketentuan yang menyaratkan ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.

Upaya Perludem tak sia-sia. Pasalnya MK pun mengabulkan sebagian permohonan itu dengan menyatakan Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 konstitusional untuk Pemilu 2024 dan konstitusional bersyarat untuk Pemilu 2029. Dengan kata lain, ambang batas sebesar 4 persen tidak lagi berlaku di Pemilu 2029 mendatang.

“Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,”

Putusan itu menekankan pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU untuk memastikan setiap kebijakan pemilu harus dilakukan secara terbuka, transparan, akuntabel, partisipatorios, dengan metodologi yang terukur. “Bukan sekadar karena selera politik atau kepentingan sektoral partisan.

Dasar Hukum
Terkait dengan duduk perkara diatas, Penulis mencatat pasal yang menjadi obyek dari pengujian peraturan didalam Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu yakni pada pasal 414 pada ayat ke 1.

Pendapat Hukum
Undang-undang No.7 tahun 2017 Tentang pemilu pada pasal 414 bahwasanya telah mengatur besaran atau persentase untuk setiap partai politik yang menjadi peserta pemilu agar bisa lolos ke DPR harus memenuhi syarat yaitu mencapai suara sah nasional sebesar 4%. Namun kendati demikian dengan adanya putusan MK No.116/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh PERLUDEM Mahkamah Konstitusi memutuskan menerima permohonan tersebut sehingga ambang batas parlemen tidak lagi diatur sebesar 4%. Dalam putusan nya MK menjelaskan bahwa ambang batas parlemen masih tetap diperlukan, namun harus disusun dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif.

Mahkamah Konstitusi menyerahkan kepada kebijakan pembuat UU untuk mengatur ambang batas parlemen dan menentukan besaran angka persentasenya. Dalam putusannya MK meminta kepada pembuat kebijakan untuk merevisi aturan tersebut sebelum penyelenggaraan pemilu 2029 berlangsung sehingga angka ambang batas parlemennya harus rasional dengan merujuk pada metode kajian yang jelas dan komprehensif sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas yang makin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang sehingga sistem proporsional yang digunakan tetapi hasil pemilunya tidak proporsional.

Dengan adanya Parlementary Treshold 4% ini alih-alih menyederhanakan partai, pada faktanya penerapan Parlementary Treshold yang selalu meningkat justru semakin meningkatkan suara terbuang dan menyebabkan hasil pemilu tidak proporsional.

Seharusnya pembuat kebijakan dalam hal ini yaitu DPR memperhatikan beberapa hal sebelum menentukan besaran ambang batas Parlementary Treshold, diantaranya yaitu :
Pertama, ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
Kedua adalah perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentasenya.
Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam mewujudkan penyederhanaan partai politik.
Keempat, perubahan harus telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.
Terakhir, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu.
Dengan menerapkan partisipasi publik yang bermakna. Termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Kesimpulan
1. Bahwa aturan mengenai ambang batas parlementary threshold 4% harus segera dirubah sebelum pelaksanaan pemilu tahun 2029 setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena nya, aturan mengenai ambang batas parlemtary threshold ini masih tetap diperlukan maka harus diatur sedemikian rupa dan harus disusun dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif.
2. Pembuat kebijakan, dalam hal ini DPR harus memperhatikan beberapa hal sebelum menentukan besaran ambang batas Parlementary Treshold, ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentasenya, perubahan harus ditempatkan dalam mewujudkan penyederhanaan partai politik dan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu. VB-Putra Trisna.

Comments are closed